Bano Polis – Fenomena badai Matahari yang sangat kuat muncul pada awal Oktober 2024. Badai ini disebut sebagai yang terkuat dalam beberapa tahun terakhir, bahkan lebih hebat dibandingkan dengan kejadian pada tahun 2017.
NASA melaporkan bahwa pada Kamis (3/10), Matahari melepaskan suar X9.05, yang menghasilkan radiasi energi tinggi. Kategori “X” menunjukkan tingkat intensitas tertinggi, dan angka setelahnya menentukan seberapa kuat letusan tersebut. Suar ini mencapai puncaknya pada pukul 08.18 ET (19.18 WIB).
Suar tersebut menyebabkan pemadaman radio gelombang pendek di wilayah Afrika dan Eropa, tempat di mana Bumi terpapar oleh radiasi langsung saat ledakan terjadi. Suar ini berasal dari kelompok bintik matahari AR3842. Sebelumnya, pada 1 Oktober, bintik yang sama melepaskan suar X7.1 dan lontaran massa korona (CME), yang kini sedang menuju Bumi.
CME diperkirakan akan menghantam Bumi antara 3 hingga 5 Oktober, yang dapat memicu fenomena aurora.
Fenomena Aurora
Salah satu dampak yang paling menonjol dari badai Matahari adalah munculnya aurora, yang sering terlihat setelah badai geomagnetik. CME membawa partikel bermuatan yang, ketika bertabrakan dengan magnetosfer Bumi, dapat menciptakan badai geomagnetik. Partikel tersebut berinteraksi dengan gas di atmosfer, menghasilkan cahaya yang dikenal sebagai aurora borealis di Belahan Bumi Utara dan aurora australis di Selatan.
“Baca juga: Iron Dome Israel Dipertanyakan Setelah Ditembus Rudal Iran”
Sara Housseal, seorang ahli meteorologi, memperkirakan aurora akan terlihat antara Sabtu (5/10) hingga Minggu (6/10), beberapa hari setelah badai Matahari.
Pemadaman Radio
Selain aurora, badai Matahari juga menyebabkan gangguan pada komunikasi radio. Pemadaman radio gelombang pendek dilaporkan terjadi di wilayah Afrika dan Eropa. Radiasi suar yang sampai ke Bumi mengionisasi atmosfer atas, menciptakan hambatan yang mengurangi kekuatan sinyal radio. Gelombang radio ini kehilangan energi saat melewati lapisan terionisasi, yang dapat menyebabkan sinyal menjadi lemah atau sepenuhnya terputus.
Dampak di Indonesia
Menurut Johan Muhammad, peneliti di Pusat Antariksa BRIN, Indonesia tidak akan terdampak sebesar wilayah di lintang tinggi seperti kutub. Letak Indonesia yang berada di khatulistiwa membuatnya kurang terpapar. Namun, hal ini tidak berarti Indonesia sepenuhnya terbebas dari dampak badai Matahari.
“Di Indonesia, cuaca antariksa akibat aktivitas Matahari dapat mengganggu komunikasi antar pengguna radio frekuensi tinggi (HF) dan mengurangi akurasi navigasi berbasis satelit seperti GPS,” ujar Johan.
Selain itu, meski dampaknya tidak langsung, gangguan pada satelit dan jaringan kelistrikan di lintang tinggi bisa mempengaruhi kehidupan di Indonesia secara tidak langsung. Johan juga menegaskan bahwa istilah “kiamat badai Matahari” adalah keliru. Menurutnya, aktivitas Matahari merupakan fenomena yang biasa, dan masyarakat perlu memahami proses serta mitigasi dampak negatif yang bisa terjadi.
“Simak juga: 4 Cara Memblokir SMS Promosi dan Spam di Ponsel Android”
“Kita sudah lama hidup berdampingan dengan cuaca antariksa. Aktivitas Matahari ini rutin terjadi. Yang terpenting adalah memahami prosesnya dan memitigasi dampaknya semaksimal mungkin,” tutup Johan.